BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Kamis, 02 Desember 2010

CELOTEH MOVIE : Sepuluh Film Terbaik Sepanjang Tahun 2010

Tiap tahun, Hollywood selalu mengedarkan ratusan film ke berbagai teater di seluruh penjuru bumi. Sebagian sampai ke Indonesia dalam tahun yang sama, sementara tak jarang pula kita harus menunggu sampai tahun berikutnya untuk bisa menikmati film-film 'bule' ini. Sayang memang namun berbagai pertimbangan memang membuat tak semua film diimpor ke negeri kita. Dari sekian banyak film yang diedarkan sepanjang tahun 2010 ini, sebagian layak mendapat dua jempol sedangkan beberapa yang lain mungkin sama sekali tak menawarkan apa pun. Baik dan jeleknya sebuah film memang sangat bergantung pada selera tapi terlepas dari itu, KapanLagi.com mencoba menyajikan sepuluh judul film yang rasanya pantas mendapat julukan film terbaik tahun ini. Siapa saja mereka? Simak saja daftar berikut ini.

01. TOY STORY 3
TOY STORY 3Sekali lagi Woody dan kawan-kawannya membuktikan kesaktian mereka. Meski sudah dua kali diproduksi namun sepertinya TOY STORY masih belum kekeringan ide. Bagian ketiga ini terasa masih fresh dengan ide cerita yang memang sedikit mellow. Mengangkat tema yang akrab dengan kehidupan sehari-hari, TOY STORY 3 ini sepertinya memang layak dapat penghargaan sebagai film terbaik tahun ini. Bukan hanya dari sisi cerita, animasi dan pengisian suara pun benar-benar ciamik. Meski harus berkompetisi ketat dengan beberapa film animasi lain, rasanya tak berlebihan kalau menempatkan TOY STORY 3 ini di puncak tangga.

RESENSINYA:
Pemain: Tom Hanks, Tim Allen, Joan Cusack, Don Rickles, Wallace Shawn, John Ratzenberger, Estelle Harris, Ned Beatty, Michael Keaton, Jodi Benson

Di tahun 1995 lalu, Pixar Animation Studios mengajak kita untuk bertualang ke negeri mainan dengan munculnya TOY STORY yang memukau. Tak hanya soal animasinya saja yang top quality, para aktor kawakan seperti Tom Hanks dan Tim Allen pun dipercaya untuk mengisi suara film yang berhasil mengeruk keuntungan besar buat Pixar ini.
Empat tahun kemudian sekuel pun diluncurkan dan masih menggunakan Tom Hanks dan Tim Allen sebagai pengisi suara. Bagian kedua ini pun tak kalah suksesnya dari sisi penjualan. Film ini pun masih tetap mengusung tema petualangan koleksi mainan milik Andy yang digambarkan hidup layaknya manusia.
Kini berselang hampir sepuluh tahun dari bagian kedua, Pixar kembali mencoba mengulang dua sukses sebelumnya dengan menawarkan konsep yang masih tak jauh beda dengan dua bagian sebelumnya. Jeda sepuluh tahun membuat Pixar harus menyesuaikan alur cerita. Kini digambarkan Andy (John Morris), sang pemilik koleksi mainan termasuk Woody (Tom Hanks) sang koboi dan Buzz (Tim Allen) sang astronot, akan masuk kuliah dan bermaksud menyimpan seluruh koleksi mainannya di gudang kecuali Woody.
Celakanya, karena satu kesalahan, mainan ini malah dikirim ke children day care (tempat penitipan anak). Buzz dan mainan yang lain merasa Andy sudah tak membutuhkan mereka lagi dan bermaksud menikmati petualangan mereka di tempat baru ini. Woody, di lain sisi, yakin bahwa ini adalah sebuah kesalahan dan Andy tak pernah bermaksud mencampakkan mereka.
Bagian ketiga yang kabarnya juga akan jadi bagian penutup ini memang layak dapat acungan jempol. Seperti biasa, Pixar memang tak hanya piawai membuat animasi namun jago dalam mengolah cerita yang sanggup merangkul segala usia. Mereka yang masih kecil akan sangat menikmati petualangan Woody dan kawan-kawan sementara mereka yang sudah dewasa akan melihat sisi lain dari cerita yang ditawarkan film ini.
Dari sisi visual, TOY STORY 3 ini jelas adalah sebuah perkembangan dari bagian-bagian sebelumnya. Kualitas animasi jelas meningkat tanpa harus meninggalkan karakter tiap-tiap tokoh yang ada. Soal pengisi suara, Tom Hanks, Tim Allen, Joan Cusack, dan kawan-kawan jelas bukan orang baru di dunia film dan mereka jelas tahu bagaimana mengembuskan roh ke tiap-tiap karakter yang ada di layar.
Bukan tidak mungkin, TOY STORY 3 ini bakal jadi film animasi terbaik sepanjang tahun 2010 ini. Kita lihat saja apakah karya Pixar ini bisa mengulang sukses UP di ajang Oscar nanti.

02. THE SOCIAL NETWORK
THE SOCIAL NETWORKBiopic memang tak mudah dibuat. Banyak faktor yang membuat film dari genre ini jadi cenderung membosankan, tapi tidak yang satu ini. Kenapa? Banyak faktor yang membuatnya jadi sebuah tontonan yang menarik. Pertama jelas karena pamor Facebook sementara faktor-faktor lain yang lebih ke arah kualitas filmnya sendiri ternyata juga sama sekali tak mengecewakan. Kisah hidup Mark Zuckerberg sendiri memang menarik untuk disimak tapi itu tak akan mampu menjadikan THE SOCIAL NETWORK ini salah satu film terbaik tahun ini kalau bukan karena beberapa hal seperti penyusunan naskah, penyutradaraan dan tentu saja akting para pendukungnya, terutama Jesse Eisenberg dan Justin Timberlake, yang memang memuaskan.
RESENSINYA: 
Pemain: Jesse Eisenberg, Justin Timberlake, Andrew Garfield, Brenda Song, Rashida Jones, Max Minghella, Rooney Mara, Joseph Mazzello
Saat Mark Zuckerberg (Jesse Eisenberg) menciptakan Facebook, pernahkah terbayang di benak pria muda ini bahwa ia bakal menjadi jutawan termuda dan apa yang ia ciptakan bakal menjadi sebuah fenomena? Mungkin tidak, tapi yang pasti itulah yang benar-benar terjadi. Dan yang lebih pasti lagi, tidak mungkin kita bisa punya 500 juta kawan tanpa punya satu pun musuh.
Suatu malam di tahun 2003, Mark Zuckerberg duduk terpaku di depan komputer miliknya. Di benaknya berkecamuk sebuah ide yang harus segera ia wujudkan dan tak berapa lama kemudian, konsep dasar Facebook pun tercipta, meski saat itu masih belum bernama Facebook. Tak perlu lama buat konsep ini untuk menemukan bentuknya di kalangan pengguna internet, terutama para mahasiswa di seputar Amerika Serikat. Dalam waktu singkat, terciptalah apa yang kemudian menjadi revolusi dalam cara berkomunikasi.
Enam tahun kemudian, Mark Zuckerberg telah memiliki 500 juta teman di situs yang ia buat dan di saat yang sama Mark juga menjadi jutawan termuda saat itu. Sayangnya, tak semuanya bisa berjalan lancar. Perjalanan Mark juga diwarnai masalah pribadi dan urusan dengan hukum. Dan seperti disebutkan di atas, tak mungkin kita punya 500 juta teman tanpa punya satu pun musuh.
Review:
Ide pembuatan film THE SOCIAL NETWORK sendiri sebenarnya jauh dari kata menarik. Walaupun tak bisa disangkal bila Facebook sudah menjadi bagian dari hidup kita semua namun untuk mengikuti kisah terciptanya situs jejaring sosial ini sendiri dalam bentuk feature film yang kurang lebih berdurasi dua jam bisa jadi bukanlah ide ideal. Nyatanya, duo David Fincher dan Aaron Sorkin bisa membuktikan kalau pernyataan itu salah.
Mungkin semua pengguna Facebook ingin tahu bagaimana awal terciptanya situs ini tanpa harus susah-susah membaca Wikipedia namun kalau dipikir, apa yang sebenarnya bisa divisualisasikan tanpa membuatnya jadi tontonan yang membosankan? Nyaris tak ada karena mengikuti proses pembuatan situs jejaring sosial ini sendiri bisa jadi adalah pengalaman yang membosankan.
Kuncinya adalah pada penyusunan naskah dan penyutradaraan. Aaron mampu menulis ulang buku THE ACCIDENTAL BILLIONAIRES karya Ben Mezrich menjadi bentuk naskah film yang mudah dicerna tanpa meninggalkan esensi dari versi aslinya sendiri. Untuk menyebut THE SOCIAL NETWORK ini sebagai kisah nyata, barangkali agak susah, karena Mark Zuckerberg sendiri sepertinya tak sepenuhnya mengamini semua 'fakta sejarah' yang dipaparkan dalam film ini namun terlepas dari itu semua, THE SOCIAL NETWORK sudah memberikan gambaran jelas bagaimana sebenarnya awal mula situs yang bikin heboh ini.
Berdasar naskah yang sudah cemerlang ini, David Fincher pun jadi lebih mudah mengarahkan para aktor dalam film ini untuk mencapai visualisasi yang ada dibenak sutradara ini. Bagusnya lagi, Jesse Eisenberg, Andrew Garfield, bahkan Justin Timberlake pun mampu menghidupkan karakter yang mereka bawakan. Dialog jadi terasa hidup, seolah sedang menyaksikan orang-orang yang tidak sedang sekedar berakting.

03. INCEPTION
INCEPTIONKalau Anda bertanya, apa yang membuat INCEPTION jadi film yang begitu fenomenal di tahun ini, jawabnya bisa bermacam-macam. Ada yang mengatakan kalau ini karena pamor Christopher Nolan sementara yang lain mungkin terpikat karena ide ceritanya yang memang fresh. Terlepas dari itu, INCEPTION memang punya perpaduan yang pas. Selain didukung aktor dan aktris kelas wahid, film ini juga punya cerita yang memang menarik. Tak percuma rasanya kalau Nolan 'memendam' kisah ini selama hampir sepuluh tahun. Film yang satu ini memang mantap!
RESENSINYA:

Pemain: Leonardo DiCaprio, Ken Watanabe, Joseph Gordon-Levitt, Marion Cotillard, Ellen Page, Tom Hardy, Cillian Murphy, Tom Berenger, Michael Caine.
Dom Cobb (Leonardo DiCaprio) adalah seorang extractor, dan ia adalah yang terbaik yang pernah ada. Tugas Cobb adalah mengambil ide orang lain dengan cara masuk ke dalam alam mimpi mereka. Karena pekerjaan ini pula Cobb tak bisa kembali ke Amerika Serikat. Cobb selalu merindukan anak-anaknya namun ia tetap tak bisa berbuat apa-apa.
Saat sebuah tawaran datang, Cobb tak punya alasan untuk menolaknya. Seorang pria bernama Saito (Ken Watanabe) menawarkan sebuah kesepakatan yang sangat menggiurkan. Saito bisa membawa Cobb kembali ke Amerika Serikat bila Cobb bisa menuntaskan tugas yang diberikan Saito. Bila biasanya Cobb mencuri ide dari pikiran orang, kini Saito ingin Cobb melakukan yang sebaliknya.
Saito ingin Cobb masuk ke mimpi seorang pria bernama Robert Fischer Jr (Cillian Murphy), bukan untuk mengambil ide namun justru menanamkan ide baru di sana. Saito ingin Robert menghancurkan kerjaan bisnis yang dibangun ayahnya dari dalam agar kerajaan ini tak lagi jadi ancaman buat bisnis Saito.
Dalam menjalankan misinya, Cobb punya satu tim yang terdiri dari Ariadne (Ellen Page), Arthur (Joseph Gordon-Levitt), Yusuf (Dileep Rao), dan Eames (Tom Hardy). Mereka menggunakan teknologi yang memungkinkan mereka memasuki mimpi orang lain dan mengaturnya seperti yang mereka kehendaki.
Di saat yang sama, Cobb sendiri punya masalah pribadi yang cukup rumit. Cobb tak bisa melepaskan diri dari bayangan Mallorie (Marion Cotillard), istrinya yang telah meninggal. Mal selalu muncul di alam mimpi Cobb dan berisiko mengacaukan proyek Cobb.
Cerita di atas mungkin terdengar sederhana namun bukan itu yang terjadi dalam film INCEPTION ini. Alur cerita film ini begitu rumit dan mengharuskan kita berkonsentrasi tinggi untuk bisa benar-benar memahaminya. Meski rumit namun bukan berarti film ini sama sekali tak bisa dipahami. Bukan Christopher Nolan kalau tak memberikan sesuatu yang mengejutkan buat penonton.
Bagian awal dari film ini sebenarnya lebih mirip sebuah tutorial yang memperkenalkan konsep mimpi dan cara mengendalikannya. Siapa lagi yang jadi pemandu kalau bukan Leonardo DiCaprio yang bermain dengan baik seperti pada film sebelumnya (SHUTTER ISLAND). Saat karakter Cobb menjelaskan konsep memasuki dunia mimpi ini pada Ariadne, maka di saat yang sama pula Christopher Nolan membimbing kita untuk memahami alur cerita yang bakal datang kemudian.
Konon, ide cerita film ini sudah ada di benak Nolan sejak delapan tahun yang lalu dan bisa jadi selama itu pula Nolan merancang sebuah alur kisah sempurna seperti yang disodorkan lewat INCEPTION ini. Aksi laga tetap ada namun itu semua dikemas Nolan dalam sebuah jalinan cerita, yang rumit sehingga adegan yang sebenarnya sudah jadi pakem setiap film action itu jadi terlihat berbeda.
Didukung oleh akting para aktor dan aktris yang meyakinkan, lengkap sudah INCEPTION ini menjadi sebuah tontonan yang benar-benar fresh.

04. TANGLED
TANGLEDFormula film untuk keluarga memang masih bisa dijual dan Disney tahu persis bagaimana meracik sebuah film yang layak ditonton sekeluarga. Dengan konsep yang cukup sederhana dan kisah lama yang dibalut dengan sentuhan baru, jadi sudah sebuah tontonan yang menarik. Tapi bukan itu saja yang membuat TANGLED ini jadi film yang bisa masuk kategori film terbaik tahun ini. Animasi yang halus dan pengisi suara yang mantap juga jadi salah satu kunci keberhasilannya. Satu lagi film animasi yang layak jadi tontonan buat seluruh keluarga.

RESENSINYA:
Pemain: Mandy Moore, Zachary Levi, Donna Murphy

Flynn Rider (Zachary Levi) mengira ia telah menemukan tempat persembunyian ideal saat ia melihat menara yang tinggi menjulang di hadapannya. Celakanya, ternyata menara tinggi ini bukannya menjadi tempat persembunyian sempurna tapi malah membuat Flynn harus berurusan dengan seorang gadis cantik yang telah lama menghuni menara itu.Rapunzel (Mandy Moore) telah berada di menara tersebut seumur hidupnya. Ia tak pernah melihat indahnya dunia di luar menara sempit itu. Sejak kecil ia telah diculik dan ditahan di dalam menara yang telah menjadi rumahnya ini. Saat melihat, Flynn, Rapunzel melihat kesempatan buat keluar dari menara itu dan melihat indahnya dunia.
Dengan segala macam cara Rapunzel pun berusaha membujuk Flynn Rider untuk membawanya turun dari puncak menara dan melihat lentera-lentera terang yang selalu ia lihat setiap tahunnya. Tentu saja perjalanan menuju ibu kita ini bukanlah perjalanan yang mudah belum lagi mereka berdua masih harus turun dari puncak menara dalam keadaan selamat.
Review
Kalau kisah di atas terasa akrab di telinga, Anda tidak salah. Film buatan Walt Disney Animation Studios ini sebenarnya mengangkat kisah klasik berjudul Rapunzel. Bahkan awalnya pun Disney bermaksud menggunakan judul aslinya meski akhirnya judul TANGLED yang akhirnya digunakan. Seperti biasa, soal animasi Disney tahu persis formula yang tepat untuk merangkul penonton dari berbagai usia. Jadi, bisa dipastikan TANGLED ini bakal mampu mengembalikan modal pembuatan film ini sekaligus mendatangkan keuntungan lumayan besar buat Disney.
Dari sisi visual, TANGLED ini memang tak ada masalah. Kualitas animasi Disney memang sudah teruji dan tak ada alasan untuk mempermasalahkannya kali ini. Tentu saja ini bukan satu-satunya andalan Disney kali ini. Para pengisi suara termasuk Mandy Moore bekerja dengan baik. Mereka mampu menghembuskan roh ke dalam karakter-karakter animasi ini dan membuatnya seolah benar-benar hidup.
Dari sisi alur kisah, Dan Fogelman, yang dipercaya menulis naskah film ini sepertinya tak mau terikat dengan kisah karya Brothers Grimm itu. Meski secara garis besar cerita yang diusung tetap sama namun Fogelman masih berani bermain-main dengan mengubah beberapa detail dari kisah ini. Hasilnya ternyata lebih mantap. Paling tidak, kisah yang berusia hampir dua abad ini terasa lebih fresh dan relevan dengan situasi saat ini.

05. THE GHOST WRITER
THE GHOST WRITERJudulnya memang seram namun jangan dikira bakal ada hantu dalam film ini, atau setidaknya bukan dalam artian harfiah. Saat mendengar nama Pierce Brosnan dan Ewan McGregor disebut sebagai pemeran utamanya saja sudah hampir bisa dipastikan bahwa THE GHOST WRITER ini bakal jadi tontonan yang memuaskan. Tak salah memang karena film yang mengangkat tema intrik politik ini memang menegangkan. Roman Polanski pun bukan sutradara sembarangan jadi layak kalau film ini berhasil mendapat acungan jempol.
RESENSINYA:

 Pemain: Pierce Brosnan, Ewan McGregor, Olivia Williams, Kim Cattrall

Tidak semua penulis cukup mujur untuk bisa menghasilkan sebuah karya yang membuatnya terkenal dan bergelimang harta. Beberapa harus rela menjadi penulis yang tak pernah disebutkan namanya atau lebih dikenal dengan istilah ghost writer. Memang pekerjaan ini seolah mudah karena penulis tidak secara langsung bertanggung jawab pada hasil tulisannya. Tapi bukan berarti pekerjaan ini sama sekali tidak ada risikonya.
Dalam kasus ghost writer yang diperankan oleh Ewan McGregor ini masalahnya tak semudah itu. Awalnya penulis ini mendapat tugas dari agennya untuk melanjutkan penulisan biografi mantan Perdana Menteri Inggris, Adam Lang (Pierce Brosnan). Sang agen meyakinkan bahwa pekerjaan ini tak akan terlalu sulit dan kesempatan seperti ini tak akan datang dua kali.
Berbekal keyakinan itulah sang ghost writer ini berangkat ke pulau tempat tinggal Adam Lang. Ternyata, sebagian dari biografi itu sudah ditulis oleh seorang ghost writer lain namun tidak terselesaikan karena sang penulis ini tiba-tiba meninggal. Baru juga sang ghost writer ini memulai bekerja, masalah lain muncul.
Adam Lang dituduh telah menyerahkan seorang tersangka tindak terorisme pada CIA untuk disiksa. Skandal ini segera saja menjadi head line di mana-mana dan mulai banyak warga yang berdatangan untuk memprotes tindakan Adam Lang. Semakin jauh ghost writer ini mengumpulkan fakta, semakin jelas pula kalau ada kemungkinan bahwa ghost writer sebelumnya meninggal karena dibunuh dan Adam Lang bisa jadi adalah mata-mata CIA selama ia bertugas sebagai Perdana Menteri Inggris.
THE GHOST WRITER ini adalah bukti kepiawaian sutradara Roman Polanski meramu cerita dan adegan menjadi satu kesatuan tontonan yang menegangkan. Tidak ada unsur kejutan namun itu tak terlalu penting kalau penataan alur kisahnya sudah sebagus ini. Bagusnya lagi, tidak ada kesan 'kompresi' yang biasanya tercium saat sebuah film diadaptasi dari novel. Memang ada sedikit kejanggalan namun itu tak sampai membuat kesatuan kisah ini jadi tercerai-berai.
Pembentukan karakter juga bagus dan itu tak lepas dari kejelian para aktor dan aktris pendukungnya dalam memanfaatkan ruang yang disediakan naskah untuk menggali lebih dalam karakter yang mereka mainkan. Pierce Brosnan mampu meyakinkan penonton kalau dia adalah mantan Perdana Menteri. Bahkan saya sampai tak ingat lagi kalau aktor ini pernah lekat dengan nama James Bond.

06. OCEANS
OCEANSDana yang besar, peralatan yang canggih dan tema yang pas memang tak bisa dijadikan jaminan sebuah film bakal berkualitas. Sentuhan artistik, visi dan dedikasi sang sutradara pun ikut menentukan hasil sebuah film. OCEAN ini contohnya. Dengan dana lebih dari 60 juta Euro dan mengambil lokasi syuting di 50 tempat berbeda dengan lama pengerjaan lebih dari empat tahun, ditambah lagi dengan dedikasi dan visi dari Jacques Perrin dan Jacques Cluzaud sebagai sutradara, hasilnya memang mengagumkan. Jarang ada film dokumenter yang bisa benar-benar mampu membuat penonton tak beranjak hingga film berakhir seperti OCEAN ini. 

RESENSINYA:
Pemain: Pierce Brosnan
Tiga perempat bagian dari bumi adalah air sementara hanya seperempatnya saja yang berupa daratan. Namun seumur peradaban manusia, hanya seperempat bagian ini saja yang telah banyak diketahui sedangkan tiga perempatnya masih berupa misteri. Berabad-abad orang mencoba menguak misteri yang ada di bawah air namun tak juga habis misteri baru yang muncul.
Usaha dua sutradara, Jacques Perrin dan Jacques Cluzaud ini memang bukan usaha terakhir manusia untuk menguak misteri di bawah permukaan laut tapi paling tidak usaha ini sedikit membuka mata kita untuk lebih memahami dunia di bawah permukaan air ini. Dengan dukungan berbagai pihak termasuk Disney, maka terwujudlah impian dua sutradara Perancis ini untuk sedikit menggambarkan isi lautan di sekitar kita.
Lebih dari 60 juta Euro dikeluarkan untuk mendanai proyek mulia ini dan tim produksi pun harus mengarungi luasnya lautan untuk mengunjungi 50 lebih lokasi syuting yang dikemas dalam film dokumenter ini. Tak tanggung-tanggung empat tahun penuh didedikasikan untuk pembuatan film berjudul singkat, OCEANS, ini dan hasilnya mulai ditayangkan sejak tanggal 22 April lalu, bertepatan dengan peringatan Hari Bumi.
Membuat film dokumenter memang bukan sesuatu yang mudah. Selain objek yang disorot bukanlah aktor yang bisa diarahkan penataan tiap adegan agar bisa saling bertautan menjadi sebuah cerita yang utuh bukanlah urusan yang gampang. Nyatanya, proyek mulia ini bisa terwujudkan dan hasilnya sangat memuaskan.
Film ini memang bukan dokumentasi tentang isi lautan yang pertama namun duo Jacques Perrin dan Jacques Cluzaud yang menjadi sutradara proyek Disney ini punya satu keuntungan. Dengan teknologi yang ada saat ini, penggambaran isi lautan jadi lebih nyata. Kabarnya mereka juga menggunakan peralatan kamera yang disebut rebreathers yang memungkinkan juru kamera mengabadikan aktivitas para penghuni lautan ini dari jarak yang sangat dekat tanpa sepengetahuan makhluk-makhluk lautan ini.
Memilih Pierce Brosnan sebagai pengisi narasi adalah keputusan yang tepat. Pierce bisa mengatur timing dengan baik sehingga narasi itu sendiri menjadi satu kesatuan dengan tampilan visualnya. Apalagi dengan iringan orkestra karya Bruno Coulais, lengkap sudah OCEANS ini sebagai suguhan audio - visual

.07. DESPICABLE ME
DESPICABLE MEMeskipun DESPICABLE ME ini adalah usaha pertama Universal Studios membuat film animasi tapi hasilnya cukup memuaskan. Salah satu penyebabnya adalah keberanian sang penggagas dalam membuat konsep yang berbeda. Apa yang berbeda? DESPICABLE ME berani mengangkat tokoh antagonis sebagai karakter utama padahal film ini adalah film yang ditargetkan untuk keluarga yang notabene selalu terpaku pada konsep benar-salah dan baik-buruk.
RESENSINYA:
Pemain: Steve Carell, Jason Segel, Russell Brand, Will Arnett, Kristen Wiig, Danny McBride, Miranda Cosgrove, Jack McBrayer, Mindy Kaling, Jemaine Clement, Julie Andrews 

Gru (Steve Carell) adalah pencuri terbesar sepanjang zaman. Tak ada yang bisa menandingi rekor Gru. Sayangnya, rekor ini begitu saja tumbang ketika sebuah piramida di Mesir tiba-tiba hilang tanpa ada yang tahu siapa yang mengambilnya. Harga diri Gru tercabik-cabik. Bagaimana mungkin ada orang yang bisa mencuri piramida tanpa ada yang tahu. Kalaupun bisa, hanya Gru-lah orangnya.
Berusaha mengembalikan harga dirinya yang hancur, Gru pun merancang sebuah pencurian terbesar sepanjang sejarah umat manusia. Gru akan mencuri bulan. Masalahnya, Gru masih harus mempersiapkan segala sesuatunya. Ia harus mencari senjata yang mampu mengerutkan bulan sehingga bisa dipindahkan dengan mudah. Saat mencari pinjaman dari bank, Gru bertemu Vector (Jason Segel) yang ternyata adalah orang yang baru saja menggeser Gru sebagai pencuri terhebat.
Dengan segala cara Gru akhirnya berhasil mendapatkan senjata yang mampu mengerutkan bulan ini. Dasar sial, senjata yang sudah berada di tangan Gru ini berhasil dicuri oleh Vector. Mengambil kembali senjata ini dari Vector bukanlah masalah mudah dan satu-satunya harapan adalah dengan memanfaatkan tiga orang anak yatim piatu bernama Margo (Miranda Cosgrove), Edith (Dana Gaier), dan Agnes (Elsie Fisher) yang ternyata dengan mudah bisa masuk ke markas persembunyian Vector.
Gru lantas mengadopsi ketiga anak ini dan memanfaatkan mereka untuk memasukkan robot-robot berbentuk kue buatan Doctor Nefario (Russell Brand) ke rumah Vector. Kebetulan, Vector sepertinya tergila-gila pada kue yang dijual ketiga anak yatim piatu ini. Gru kini siap mencuri bulan. Tapi sepertinya masalah tak berhenti di sini karena Gru yang semula hanya ingin memanfaatkan ketiga anak yatim piatu ini malah mulai merasakan ikatan batin. Ikatan batin yang tak pernah dirasakannya.
Membuat film animasi memang gampang-gampang susah. Kebanyakan film animasi yang sukses pasti tak lepas dari campur tangan Pixar, yang lain hampir tak terdengar suaranya. Kini, Universal Studios mencoba peruntungannya di dunia animasi dengan meluncurkan film berjudul DESPICABLE ME ini dan nyatanya, film ini cukup sukses dan bukan tak mungkin bakal ada sekuel dari film ini.
Salah satu kunci suksesnya film ini adalah keberaniannya mengangkat karakter antagonis sebagai tokoh utama. Jarang ada film konsumsi anak-anak yang berani mengambil langkah ini. Yang kedua jelas adalah kepiawaian para animator Illumination Entertainment dalam menyuguhkan animasi yang cantik dan berkualitas tinggi.
Soal cerita sebenarnya mudah ditebak dan ini adalah kekurangan DESPICABLE ME bila dibanding dengan produk Pixar. Selebihnya, naskah film ini bisa dibilang cukup cerdas dengan bumbu humor fisik yang jelas lebih mudah diterjemahkan ke bahasa lain dan menjadi jaminan film ini bakal disukai di negara-negara yang tak menggunakan bahasa Inggris.
Pemilihan Steve Carell sebagai pengisi suara Gru pun sama sekali tidak salah. Steve mampu menerjemahkan karakter kompleks Gru ke dalam bentuk suara sekaligus menghidupkan karakter animasi yang punya masa lalu kelam ini. Para pendukung lain seperti Jason Segel, Russell Brand, Will Arnet, dan Kristen Wigg juga tak kalah pentingnya dalam menghidupkan karakter animasi yang ada di film ini. Hasilnya, sebuah tontonan yang layak jadi hiburan segar untuk seluruh keluarga.

08. HARRY POTTER AND THE DEATHLY HALLOWS PART 1
HARRY POTTER AND THE DEATHLY HALLOWS PART 1Memerankan karakter dalam serial HARRY POTTER jelas sudah bukan masalah buat Daniel Radcliffe, Rupert Grint, dan Emma Watson. Tiga pemeran muda ini memang sudah memerankan karakter mereka masing-masing sejak sepuluh tahun yang lalu. Jadi, soal akting sepertinya tak perlu lagi dibahas. Terlepas dari faktor akting, sektor-sektor lain pun nyatanya sama sekali tak mengecewakan. Mulai dari keputusan memenggal bagian terakhir ini menjadi dua bagian, penyutradaraan sampai divisi efek visual memang bekerja dengan efektif. Hasilnya, tontonan yang menghibur meski untuk mendapatkan kepuasan maksimal sepertinya kita harus bersabar sampai bagian kedua diputar.
RESENSINYA: 
Pemain: Daniel Radcliffe, Rupert Grint, Emma Watson, Ralph Fiennes.

Kini telah tiba saatnya buat Harry Potter (Daniel Radcliffe), Hermione Granger (Emma Watson), dan Ron Weasley (Rupert Grint) untuk menjalankan tugas mulia mereka: mencari dan menghancurkan kunci kekuatan Voldemort (Ralph Fiennes). Mereka bertiga tak punya banyak waktu karena Voldemort sudah merencanakan membakar peperangan yang selama ini selalu dikhawatirkan.Kali ini tiga sahabat ini harus berjuang sendiri karena tak ada lagi Professor Dumbledore (Michael Gambon) yang akan mengawal mereka bertiga. Dalam perjalanan berbahaya ini Harry secara tak sengaja menemukan rahasia kuno: legenda Deathly Hallows. Bila legenda ini benar maka kisah kuno ini akan memberikan Voldemort kekuatan yang selama ini ia impikan.
Di saat yang sama, peperangan sudah tak terelakkan lagi. Voldemort mengirim Death Eaters untuk mengambil alih Hogwarts. Death Eaters tak hanya ditugaskan menguasai Hogwarts namun juga mencari Harry Potter dan menyerahkannya hidup-hidup pada Voldemort. Sekarang tiba saatnya buat Harry Potter untuk memenuhi takdirnya sebagai yang terpilih.
Review
Harry Potter adalah Daniel Radcliffe. Hermione Granger adalah Emma Watson. Ron Weasley adalah Rupert Grint. Tak bisa dipungkiri memang kalau ketiga aktor/ aktris ini memang sudah identik dengan karakter yang mereka perankan sejak hampir sepuluh tahun yang lalu itu. Fakta itu saja sudah membuat HARRY POTTER AND THE DEATHLY HALLOWS bagian pertama ini menang di atas kertas. Satu dasawarsa sudah mereka bertiga menemani kita dan waktu yang cukup lama itu telah mengukir sebuah kesan yang sangat kuat di benak penonton.
Serial Harry Potter memang sudah mendekati tamat. Satu film lagi dan usai sudah kisah fantasi ini. Mungkin fakta itu juga yang membuat film ini jadi lebih spesial ketimbang bagian-bagian sebelumnya. Tapi tunggu dulu. Jadi sentimentil memang boleh tapi bagaimana pun film ini tetap punya nilai yang tetap tak bisa dikesampingkan. Dari sisi visual, jelas tak ada yang perlu dikhawatirkan dari film ini. Seperti biasa, adegan-adegan fantastis bisa dibuat begitu nyata seolah memang benar-benar terjadi namun tentu saja bukan itu saja masalahnya.
Soal alur cerita memang tak perlu banyak disinggung karena versi novelnya sudah terbit lebih dulu dan rasanya tak pantas kalau kita meremehkan hasil karya JK Rowling yang sudah mendapat penghargaan di mana-mana. Lagi pula, film ini juga nyaris sama persis dengan versi bukunya meski ada sedikit tambahan yang tak begitu signifikan. Yang jelas, keputusan 'membelah' bagian ini menjadi dua adalah keputusan yang tepat karena rasanya akan lebih sulit kalau harus memampatkan semua plot dan subplot itu ke dalam satu film saja. Jadi ini bukan sekedar trik marketing untuk mengeruk uang lebih banyak.
Kalau naskah sudah beres dan visual tak perlu diragukan, yang terakhir adalah akting para pendukungnya. Dan di sisi ini pun lagi-lagi film ini sama sekali tak mengecewakan. Selain mungkin masing-masing aktor/ aktris sudah paham benar dengan karakter yang mereka perankan, campur tangan sutradara David Yates dalam menghidupkan karya tulis ini pun tak bisa dipandang sebelah mata. Singkat kata, bagian pertama dai HARRY POTTER AND THE DEATHLY HALLOWS ini tak hanya layak jadi pengeruk dolar tapi juga sebuah film yang menghibur meski nuansa bagian ini lebih kelam dari film-film sebelumnya.

09. HOW TO TRAIN YOUR DRAGON
HOW TO TRAIN YOUR DRAGONMembuat visualisasi dari sebuah cerita yang sudah ada memang relatif mudah namun juga punya tantangan tersendiri. Untungnya, DreamWorks bukanlah pemain baru dalam urusan film animasi. Dengan cerita yang memang sudah solid dan animator yang tahu persis apa yang harus mereka lakukan, agaknya tak terlalu sulit untuk menghasilkan film animasi yang berkualitas. Ditambah lagi pemilihan aktor pengisi suara yang pas, lengkap sudah senjata yang disiapkan DreamWorks kali ini.
RESENSINYA:
Pemain: Jay Baruchel, America Ferrera, Jonah Hill, Gerard Butler, Christopher Mintz-Plasse, Craig Ferguson.

Menjadi seorang Viking artinya harus mampu memburu dan membantai naga yang selalu membuat kerusakan. Itulah adat yang berlaku di desa Hiccup (Jay Baruchel). Sayangnya, Hiccup bukanlah tipe anak yang 'beringas' seperti kebanyakan anak-anak Viking. Hiccup adalah anak yang cerdas dan punya selera humor yang tinggi.
Ini jadi sedikit masalah buat Hiccup karena kepandaian dan selera humor bukanlah yang diharapkan sang kepala suku. Apalagi jika sang kepala suku adalah ayah Hiccup sendiri. Stoick (Gerard Butler) berharap Hiccup bisa menjadi seorang pejuang Viking yang tangguh dan suatu hari nanti menggantikannya menjadi kepala suku yang disegani.
Tak ada pilihan lain selain mengikutkan Hiccup ke dalam acara pelatihan naga agar Hiccup belajar menjadi seorang pria dalam definisi Viking. Sayangnya, ketika bertemu naga, Hiccup justru malah mengadakan pendekatan baru dan meninggalkan cara-cara tradisional Viking. Hiccup memilih berteman dengan sang naga dan berusaha meyakinkan seluruh suku bahwa mereka tak perlu menjadi bangsa pembantai naga dan naga bisa menjadi teman baik manusia jika manusia berusaha mengadakan pendekatan.
Selain Pixar, Hanya ada satu studio film animasi yang bisa jadi jaminan produk animasi berkualitas. DreamWorks. Coba saja lihat hasil karya studio animasi yang digagas oleh Steven Spielberg ini. SHREK, MADAGASCAR, BEE MOVIE, KUNG FU PANDA, dan yang terakhir, HOW TO TRAIN YOUR DRAGON ini, semuanya adalah film berkualitas baik secara visual maupun dari sisi cerita.
HOW TO TRAIN YOUR DRAGON yang didasarkan dari sebuah buku yang diterbitkan tahun 2003 lalu ini sebenarnya hanya ingin menyampaikan satu pesan saja, jangan takut untuk menerima hal baru. Tapi tentu saja pesan itu tak disampaikan dengan cara yang vulgar. Dalam film ini 'hal baru' itu dilambangkan dengan naga yang buat bangsa viking di masa itu adalah sesuatu yang belum dipahami dan karena itu jadi sesuatu yang menakutkan. Hiccup adalah lambang generasi muda yang lebih berani mencoba sesuatu yang baru meski risikonya belum mereka ketahui benar.
Dengan ide cerita sederhana ini tum penulis naskah lantas mengubahnya menjadi sebuah alur cerita yang 'bisa diterima' baik oleh anak-anak maupun orang dewasa sehingga pangsa pasar HOW TO TRAIN YOUR DRAGON ini jadi lebih luas. Dengan sentuhan dua sutradara, Chris Sanders dan Dean DeBois, tim animator lantas menerjemahkan naskah ini menjadi suguhan visual yang menarik lengkap dengan teknologi 3D yang sekarang memang sedang populer.
Dengan paduan alur cerita yang menarik dengan animasi yang tak kalah bagusnya, layak rasanya menyebut HOW TO TRAIN YOUR DRAGON ini sebagai sebuah film yang menghibur tanpa harus meninggalkan kualitas sebagai sebuah bentuk karya seni.

10. SHUTTER ISLAND
SHUTTER ISLANDKalau Anda memang pecinta film-film Hollywood, nama Martin Scorsese jelas bukan nama yang asing lagi. Hasil karya sutradara yang satu ini memang selalu mengagumkan dan SHUTTER ISLAND ini juga bukan pengecualian. Diawali dengan pemilihan materi yang tepat kemudian merekrut penulis naskah yang andal pula menjadikan pondasi dari film ini cukup kokoh. Selanjutnya, Scorsese tinggal menuangkan visinya lewat para aktor pilihan yang memang bermain apik dalam film ini.
RESENSINYA:
Pemain: Leonardo DiCaprio, Mark Ruffalo, Ben Kingsley, Emily Mortimer, Michelle Williams, Jackie Earle Haley, Max von Sydow

Teddy Daniels (Leonardo DiCaprio) dan Chuck Aule (Mark Ruffalo) adalah dua orang U.S Marshal yang dikirim ke sebuah pulau di area Massachusetts yang bernama Shutter Island untuk menyelidiki kasus hilangnya seorang wanita bernama Rachel Solando (Emily Mortimer).
Shutter Island sebenarnya adalah sebuah pulau yang difungsikan sebagai rumah sakit untuk merawat para narapidana yang menderita gangguan kejiwaan. Sebelum menghilang, Rachel sempat meninggalkan sebuah pesan yang bertuliskan 'Apa yang terjadi pada pasien 67'. Teddy yakin bahwa pesan ini ada sangkut pautnya dengan hilangnya Rachel dan bertekad menelusuri kasus ini.
Sayangnya, tak semua pihak berminat menuntaskan kasus ini. Malahan pihak rumah sakit jiwa di sana menolak memberikan bantuan. Teddy akhirnya merasa curiga bahwa pihak rumah sakit terlibat sebuah kasus dan tak ingin Rachel ditemukan karena itu akan mengungkap sesuatu yang telah lama disembunyikan. Sayangnya Teddy bukan termasuk orang yang mudah menyerah. Ditambah lagi dengan badai yang menutup kemungkinan untuk meninggalkan pulau itu, tak ada pilihan buat Teddy selain melanjutkan penyelidikannya.
Martin Scorsese memang bukan sutradara biasa. Bisa dibilang sutradara yang satu ini adalah legenda Hollywood yang masih ada hingga sekarang. Film-filmnya selalu mendapat pujian dari para kritikus dan SHUTTER ISLAND ini bukanlah pengecualian. Walaupun mungkin masih belum bisa disamakan film-film seperti GANGS OF NEW YORK atau RAGING BULL namun tetap saja SHUTTER ISLAND ini adalah sebuah film yang dikerjakan dengan serius.
Langkah awal Scorsese mengambil materi sudah tepat. Versi novelnya sendiri memang sempat mendapat pujian dari sebagian besar kritikus sekaligus sanggup merebut hati para pembaca. Keputusan menggaet Laeta Kalogridis untuk mengadaptasi novel ini menjadi sebuah skenario film juga tak salah karena penulis naskah ini mampu membawa roh novel karya Dennis Lehane ini ke bentuk nyata sebuah skenario.
Scorsese sepertinya juga tak mau mengambil risiko menggunakan aktor dan aktris baru dan memilih nama-nama besar seperti Leonardo DiCaprio, Ben Kingsley, Mark Ruffalo, dan Michelle Williams sebagai pemeran inti. Mungkin sekilas terdengar seperti marketing gimmick namun pada kenyataannya merek ini memang aktor dan aktris yang bisa diandalkan.
Setelah semua beres, kini tinggal tugas Scorsese menuangkan visinya ke dalam bentuk visual dan hasilnya memang memuaskan. Mulai dari angle pengambilan gambar, suara hingga special effect yang digunakan terasa sangat efektif membawa nuansa tegang pada penonton. Ada kesan seperti sedan menyaksikan karya Alfred Hitchcock namun itu tak jadi soal karena Scorsese tak sekedar mengekor saja.

0 komentar: